Pendapat para Ulama’ Fiqih tentang Mustahiq Zakat
·
Imam Hanafi : Orang faqir adalah orang yang
mempunyai harta kurang dari satu nishob, atau memiliki satu nishab atau lebih,
tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
·
Imam Maliki : Orang faqir adalah orang yang
mempunyai harta, sedangkanhartanya tidak mencukupi untuk keperluannya selama
satu tahun.
·
Imam Syafi’i : Orang faqir adalah orang yang tidak
mempunyai harta dan usaha atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua)
keperluannya dan tidak ada orang yang menanggungnya.
·
Imam Hambali : Orang faqir adalah orang yang
tidak mempunyai harta atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua)
keperluannya.
2. Orang Miskin yaitu orang yang
memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat di pakai untuk memenuhi hidupnya.[2]
·
Imam Hanafi : Orang miskin adalah orang yang
tidak mempunyai sesuatu apapun.
·
Imam Maliki : Orang miskin ialah orang yang
tidak mempunyai sesuatu apapun.
(menurut keduanya orang miskin ialah orang
yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang faqir )[3]
·
Imam Syafi’i : Orang miskin adalah orang yang
mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
·
Imam Hambali : Orang miskin adalah orang yang
mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
Terdapat persamaan dan
perbedaan batasan tetang “Fakir dan Miskin”. Persamaan
keduanya adalah orang-orang yang berada dalam kebutuhan dan mereka tidak
mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Demikianlah menurut Sayyid Sabiq dalam
kitab Fiqhus Sunnah. Sedangkan perbedaannya : “Fakir” adalah
orang yang tidak memliki sesuatu (harta) untuk menutupi kebutuhan hidupnya dan
tidak kuat berusaha (bekerja) untuk menutupi kebutuhan hidupnya tersebut.
Sedangkan “Miskin” adalah orang yang lebih ringan
kebutuhan hidupnya dibandingkan orang fakir. Renungkan firman Allah :
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ
ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ
تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا
مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya:(Berinfaklah) kepada
orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat
(berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena
memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya,
mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.(QS.Al-Baqarah :
273)
3. Adapun batasan ‘Amil
zakat terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ‘Ulama fiqih, antara lain
pendapat imam empat mazhab sebagai berikut :
·
Imam Hanafi. ‘Amil adalah orang yang diangkat untuk
mengambil dan mengurus zakat.
·
Imam Malik. ‘Amil adalah orang yang menjadi pencatat,
pembagi, penasehat dan sebagainya yang bekerja untuk kepentingan zakat.
·
Imam Hambali. ‘Amil adalah pengurus zakat, dia
diberi zakat sekedar upah pekerjaannya.
·
Imam Syafi’i. ‘Amil adalah semua orang yang bekerja
mengurus zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu .[4]
Rasulullah saw pernah mengangkat ‘Amil
zakat seperti yang digambarkan dalam hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا
يُوسُفُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا
مِنْ الْأَسْدِ عَلَى صَدَقَاتِ بَنِي سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ اللُّتْبِيَّةِ
فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ. (رواه البخاري )
Artinya: Telah menceritakan kepada kami
Yusuf bin Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah mengabarkan
kepada kami Hisyam bin ‘Urwah, dari bapaknya, dari Abu Humaid As-Sa’adiy
ra, berkata : “Rasulullah saw memperkerjakan seorang laki-laki
untuk mengurus zakat Bani Sulaim yang dikenal dengan sebutan Ibnu Al-Lutbiyah.
Ketika orang itu kembali, beliau memberinya (upah dari bagian zakat)”. (HR.Bukhari)
4.
Muallaf adalah orang yang baru masuk islam
dan asih lemah imannya.
·
Imam Hanafi : Mereka tidak diberi zakat lagi
sejak zaman kholifah Abu Bakar As-Shiddiq.
·
Imam Maliki : Madzhab ini mempunyai dua pendapat
tentang muallaf, yaitu:
a. Orang kafir yang ada
harapan masuk islam.
b. Orang yang baru memeluk
islam.
·
Imam Syafi’i : Mempunyai dua pengertian tentang
muallaf,
a. Orang yang baru masuk
islam dan masih lemah imannya.
b. Orang islam yang
berpengaruh dalam kaumnya dan ada harapan kalau dia diberi zakat orang
disekitarnya akan masuk islam.
c. Orang Islam yang kuat
imannya dan punya pengaruh terhadap orang kafir, dan kalau dia diberi zakat,
maka kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang ada di bawah pengaruhnya.
d. Orang yang menolak
kejahatan orang yang anti zakat.[5]
·
Imam Hambali : Muallaf adalah orang islam yang ada
harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan masuk
islam karena pengaruhnya.
5. Riqob adalah
memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh
orang-orang kafir.
·
Imam Hanafi : Riqob adalah hamba yang telah
dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau dengan
harta lainnya.
·
Imam Maliki : Riqob adalah hamba muslim yang
dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan
·
Imam Syafi’i : Riqob adalah hamba (budak) yang
dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya.
·
Imam Hambali : Riqob adalah hamba yang dijanjikan
oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan
oleh tuannya.
Islam mengajarkan kebebasan
dan kemerdekaan manusia, sehingga secara berangsur perbudakan dihapuskan, dan
salah satunya melalui zakat. Sabda Nabi :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ
سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
عَوْنُهُ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ.(رواه النسائي)
Artinya: Telah mengabarkan kepada
kami Muhammad bin Abdullah bin Yazid, dari ayahnya, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Al-Mubarak, dari Muhammad bin ‘Ajlan,
dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda
: “Tiga golongan yang semuanya merupakan hak atas Allah ‘azza wajalla untuk
meolongnya, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang menikah
menginginkan kesucian diri, dan hamba sahaya (budak) yang mengadakan perjanjian
pembebasan dirinya yang ingin menunaikan kewajibannya.” (HR.Nasai)
6. Ghorimin adalah orang yang
berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup
membayarnya. Sabda Nabi :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ بُكَيْرٍ عَنْ
عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ أُصِيبَ
رَجُلٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثِمَارٍ
ابْتَاعَهَا فَكَثُرَ دَيْنُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَصَدَّقُوا عَلَيْهِ فَتَصَدَّقَ النَّاسُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَبْلُغْ
ذَلِكَ وَفَاءَ دَيْنِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِغُرَمَائِهِ خُذُوا مَا وَجَدْتُمْ وَلَيْسَ لَكُمْ إِلَّا ذَلِكَ.(رواه
مسلم)
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan
kepada kami Laits, dari Bukair, dari ‘Iyadl bin ‘Abdullah, dari Abu Sa’id Al
Khudri dia berkata : “Seorang laki-laki mendapat musibah pada
masa Rasulullah saw terkait dengan buah yang telah dibelinya, sehingga
hutangnya menjadi banyak, maka Rasulullah saw, bersabda : “Bersedekahlah
kepadanya.” Lantas orang-orang bersedekah kepadanya, akan tetapi (harta sedekah
itu) belum mencapai jumlah untuk melunasi hutangnya, maka Rasulullah saw pun
bersabda kepada orang yang dihutanginya: “Ambillah apa yang kamu dapatkan dan
tidak ada cara lain bagimu selain cara tersebut.” (HR.Muslim)
·
Imam Hanafi : Ghorimin adalah orang yang
mempunyai hutang, sedangkan artanya diluar hutang tidak cukup satu nishob. Dan
ia diberi zakat untuk membayar hutangnya.
·
Imam Maliki : Ghorimin adalah orang yang
berhutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya. Dan
diberi zakat dengan syarat hutangnya bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
a.
orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang
berselisih.
b.
orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya
sendiri.
c.
orang yang berhutang karena menjamin hutang orang
lain.
·
Imam Hambali : Mempunyai beberapa pengertian
tentang ghorimin yaitu,
a. orang yang berhutang
untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
b. orang yang berhutang
untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia sudah
bertaubat.
7. Fisabilillah adalah orang yang
berada dijalan Allah.[7]
·
Imam Hanafi : Fisabilillah adalah bala tentara
yang berperang pada jalan Allah.
·
Imam Maliki : Fisabilillah adalah bala tentara,
mata-mata dan untukmembeli perlengkapan perang dijalan Allah.
·
Imam Syafi’i : Fisabilillah adalah bala tentara
yang membantu dengan kehendaknya sendiri dan tidak mendapat gaji serta tidak
mendapatkan harta yang disediakan untuk berperang.
·
Imam Hambali : Fisabilillah adalah bala tentara
yang tidak mendapat gajidari pemerintah.
8. Ibnu Sabil adalah orang yang
sedang dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat, dan mengalami kesengsaraan
dalam perjalanannya.
·
Imam Hanafi : Ibnu Sabil adalah orang yang
sedang dalam perjalanan, yang putus perhubungan dengan hartanya.
·
Imam Maliki : Ibnu Sabil adalah orang yang
sedang dalam perjalanan, sedang ia butuh untuk ongkos pulang kenegerinya.
Dengan syarat perjalanannya bukan untuk maksiat
·
Imam Syafi’i : Ibnu Sabil adalah orang yang
mengadakan perjalanan yang bukan maksiat tetapi dengan tujuan yang sah.
·
Imam Hambali : Ibnu Sabil adalah orang yang
keputusan belanja dalam perjalanan yang halal.
[1]
Abu bakar, Imam
Taqiyudin bin Muhammad al Husaini. Kifaytul Akhyar (Bina Iman,
9 H.) 441
[2] Yusuf Qordowi. Hukum
Zakat (semrang: IAIN Walisongo) 513
[3]
Ibid 513
[4] Sulaiman Rasjid H. Fiqh
Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1998) 210 – 213
[6]
Abu bakar, Imam
Taqiyudin bin Muhammad al Husaini. Kifaytul Akhyar. (Bina Iman, 9
H.) 446
Tidak ada komentar:
Posting Komentar