Selasa, 26 Desember 2017

 Pendapat para Ulama’ Fiqih tentang Mustahiq Zakat

            1.    Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekal[1]
·      Imam Hanafi : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari satu nishob, atau memiliki satu nishab atau lebih, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
·      Imam Maliki : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta, sedangkanhartanya tidak mencukupi untuk keperluannya selama satu tahun.
·      Imam Syafi’i : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya dan tidak ada orang yang menanggungnya.
·      Imam Hambali : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya.

2.    Orang Miskin yaitu orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat di     pakai untuk memenuhi hidupnya.[2]
·      Imam Hanafi : Orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
·      Imam Maliki : Orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
(menurut keduanya orang miskin ialah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang faqir )[3]
·      Imam Syafi’i : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
·      Imam Hambali : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
Terdapat persamaan dan perbedaan batasan tetang “Fakir dan Miskin”. Persamaan keduanya adalah orang-orang yang berada dalam kebutuhan dan mereka tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Demikianlah menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqhus Sunnah. Sedangkan perbedaannya : “Fakir” adalah orang yang tidak memliki sesuatu (harta) untuk menutupi kebutuhan hidupnya dan tidak kuat berusaha (bekerja) untuk menutupi kebutuhan hidupnya tersebut.  Sedangkan “Miskin” adalah  orang yang lebih ringan kebutuhan hidupnya dibandingkan orang fakir. Renungkan firman Allah :
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya:(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.(QS.Al-Baqarah : 273)
3.  Adapun batasan ‘Amil  zakat terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ‘Ulama fiqih, antara lain pendapat imam empat mazhab sebagai berikut :
·         Imam Hanafi. ‘Amil adalah orang yang  diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.
·         Imam Malik. ‘Amil adalah orang yang menjadi pencatat, pembagi, penasehat dan sebagainya yang bekerja untuk kepentingan zakat.
·         Imam Hambali. ‘Amil  adalah pengurus zakat, dia diberi zakat sekedar  upah pekerjaannya. 
·         Imam Syafi’i. ‘Amil  adalah semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu .[4]
Rasulullah saw pernah mengangkat ‘Amil zakat seperti yang digambarkan dalam hadits berikut ini :
  حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَسْدِ عَلَى صَدَقَاتِ بَنِي سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ اللُّتْبِيَّةِ فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ. (رواه البخاري )
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah mengabarkan kepada kami Hisyam bin ‘Urwah, dari bapaknya, dari Abu Humaid As-Sa’adiy ra,  berkata : “Rasulullah saw  memperkerjakan seorang laki-laki untuk mengurus zakat Bani Sulaim yang dikenal dengan sebutan Ibnu Al-Lutbiyah. Ketika orang itu kembali, beliau memberinya (upah dari bagian zakat)”(HR.Bukhari)
4.    Muallaf adalah orang yang baru masuk islam dan asih lemah imannya.
·         Imam Hanafi : Mereka tidak diberi zakat lagi sejak zaman kholifah Abu Bakar As-Shiddiq.
·         Imam Maliki : Madzhab ini mempunyai dua pendapat tentang muallaf, yaitu:
a.       Orang kafir yang ada harapan masuk islam.
b.      Orang yang baru memeluk islam.
·           Imam Syafi’i : Mempunyai dua pengertian tentang muallaf,
a.    Orang yang baru masuk islam dan masih lemah imannya.
b.   Orang islam yang berpengaruh dalam kaumnya dan ada harapan kalau dia diberi zakat orang disekitarnya akan masuk islam.
c.    Orang Islam yang kuat imannya dan punya pengaruh terhadap orang kafir, dan kalau dia diberi zakat, maka kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang ada di bawah pengaruhnya.
d.   Orang yang menolak kejahatan orang yang anti zakat.[5]
·           Imam Hambali : Muallaf adalah orang islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan masuk islam karena pengaruhnya.

5.  Riqob adalah memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
·           Imam Hanafi : Riqob adalah hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lainnya.
·           Imam Maliki : Riqob adalah hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan
·           Imam Syafi’i : Riqob adalah hamba (budak) yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya.
·           Imam Hambali : Riqob adalah hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan oleh tuannya.

Islam mengajarkan kebebasan dan kemerdekaan manusia, sehingga secara berangsur perbudakan dihapuskan, dan salah satunya melalui zakat. Sabda Nabi :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ.(رواه النسائي)
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Yazid, dari ayahnya, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al-Mubarak, dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw,  beliau bersabda : “Tiga golongan yang semuanya merupakan hak atas Allah ‘azza wajalla untuk meolongnya,  yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang menikah menginginkan kesucian diri, dan hamba sahaya (budak) yang mengadakan perjanjian pembebasan dirinya yang ingin menunaikan kewajibannya.” (HR.Nasai)

6.  Ghorimin adalah orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Sabda Nabi :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ بُكَيْرٍ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ أُصِيبَ رَجُلٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثِمَارٍ ابْتَاعَهَا فَكَثُرَ دَيْنُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَدَّقُوا عَلَيْهِ فَتَصَدَّقَ النَّاسُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَبْلُغْ ذَلِكَ وَفَاءَ دَيْنِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِغُرَمَائِهِ خُذُوا مَا وَجَدْتُمْ وَلَيْسَ لَكُمْ إِلَّا ذَلِكَ.(رواه مسلم)
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami Laits, dari Bukair, dari ‘Iyadl bin ‘Abdullah, dari Abu Sa’id Al Khudri dia berkata “Seorang laki-laki mendapat musibah pada masa Rasulullah saw terkait dengan buah yang telah dibelinya, sehingga hutangnya menjadi banyak, maka Rasulullah saw,  bersabda : “Bersedekahlah kepadanya.” Lantas orang-orang bersedekah kepadanya, akan tetapi (harta sedekah itu) belum mencapai jumlah untuk melunasi hutangnya, maka Rasulullah saw pun bersabda kepada orang yang dihutanginya: “Ambillah apa yang kamu dapatkan dan tidak ada cara lain bagimu selain cara tersebut.” (HR.Muslim)
·           Imam Hanafi : Ghorimin adalah orang yang mempunyai hutang, sedangkan artanya diluar hutang tidak cukup satu nishob. Dan ia diberi zakat untuk membayar hutangnya.
·           Imam Maliki : Ghorimin adalah orang yang berhutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya. Dan diberi zakat dengan syarat hutangnya bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
·           Imam Syafi’i : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,[6]
a.      orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
b.      orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri.
c.       orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain.
·           Imam Hambali : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,
a.       orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
b.      orang yang berhutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia sudah bertaubat.
7.  Fisabilillah adalah orang yang berada dijalan Allah.[7]
·           Imam Hanafi : Fisabilillah adalah bala tentara yang berperang pada jalan Allah.
·           Imam Maliki : Fisabilillah adalah bala tentara, mata-mata dan untukmembeli perlengkapan perang dijalan Allah.
·           Imam Syafi’i : Fisabilillah adalah bala tentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri dan tidak mendapat gaji serta tidak mendapatkan harta yang disediakan untuk berperang.
·           Imam Hambali : Fisabilillah adalah bala tentara yang tidak mendapat gajidari pemerintah.
8.  Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat, dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
·           Imam Hanafi : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, yang putus perhubungan dengan hartanya.
·           Imam Maliki : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, sedang ia butuh untuk ongkos pulang kenegerinya. Dengan syarat perjalanannya bukan untuk maksiat
·           Imam Syafi’i : Ibnu Sabil adalah orang yang mengadakan perjalanan yang bukan maksiat tetapi dengan tujuan yang sah.
·           Imam Hambali : Ibnu Sabil adalah orang yang keputusan belanja dalam perjalanan yang halal.



[1] Abu bakar, Imam Taqiyudin bin Muhammad al Husaini. Kifaytul Akhyar (Bina Iman, 9 H.) 441

[2] Yusuf Qordowi. Hukum Zakat (semrang: IAIN Walisongo) 513
[3] Ibid 513

[4] Sulaiman Rasjid H. Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1998) 210 – 213
[5] Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘Alal Madzahibil Arba’ah, juz : 1,  Op cit, 502 – 505


[6] Abu bakar, Imam Taqiyudin bin Muhammad al Husaini. Kifaytul Akhyar. (Bina Iman, 9 H.)  446

[7] Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqih Lima Madzhab  (Jakarta: Lentera Basritama, 2000.) 193


Tidak ada komentar:

Posting Komentar